exo

welcome my blog

Minggu, 22 Februari 2015

Kronologi reformasi indonesia tahun 1998

Setelah pelantikan Kabinet Pembangunan VII pada awal bulan Maret 1998 ternyata kondisi bangsa dan negara semakin tidak membaik. Perekonomian juga tidak mengalami pertumbuhan, akibatnya muncul masalah-masalah sosial. Dengan kondisi seperti itu mengundang keprihatinan rakyat, yang akhirnya memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah mulai mengadakan demonstrasi.
Mahasiswa kemudian menyusun agenda reformasi yang isinya sebagai berikut :
a. Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
b. Amandemen UUD 1945.
c. Penghapusan dwifungsi ABRI.
d. Otonomi daerah yang se,uas-luasnya.
e. Supremasi hukum.
f. Pemerintahan yang bersih dari KKN.
Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru dimulai sejak penandatanganan perjanjian pemberian dana bantuan IMF. Pemberian dana bantuan tersebut mengandung dua kelemahan. Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu, karena pemberian dana bantuan tersebut adalah utang luar negeri yang harus dibayarkan kembali oleh Indonesia beserta dengan bunganya walaupun dengan persentase yang rendah.
Kelemahan kedua adalah penerapan Structural Adjustment Program (Program Penyesuaian Struktural) dari IMF yang menyertai penurunan dana bantuan tersebut. Structural Adjustment Program adalah persyaratan IMF bagi Indonesia dalam empat bidang utama (pengetatan kebijaksanaan fiskal, penghapusan subsidi, menutup 16 bank di Indonesia, dan memerintahkan bank sentral untuk menaikkan tingkat suku bunga). Dengan penerapan Structural Adjustment Program tidak terwujud dalam perbaikan ekonomi nasional signifikan.

Demo mahasiswa
Dengan banyaknya  aksi demonstrasi, membuat aparat keamanan kewalahan dan bertindak keras terhadap aksi tersebut. Akibatnya bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan tidak dapat dicegah. Pada tanggal 12 Mei 1996 mahasiswa berdemonstrasi di Universitas Trisakti. Aksi damai tersebut berubah menjadi insiden bentrokan dengan aparat ketika mahasiswa ingin melakukan long march menuju gedung DPR/MPR.

Kronologi reformasi indonesia tahun 1998

Dalam insiden tersebut empat mahasiswa tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka. Empat mahasiswa tersebut adalah : Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto. Mereka mendapat gelar Pahlawan Reformasi.

Sebelum insiden Tri Sakti tersebut, di Jogjakarta seorang mahasiswa yang bernama Moses Gatotkaca tewas ketika melakukan aksi menuntut mundurnya Presiden Soeharto. Moses Gatotkaca meninggal pada tanggal 8 Mei 1998.

Kejadian Tri Sakti tersebut memicu terjadinya kerusuhan massa pada tanggal 13 dan 14 Mei di Jakarta dan sekitarnya. Tragedi kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 ini merupakan titik kulminasi depresi masyarakat akibat krisis ekonomi Indonesia.

Pascatragedi ini suasana Jakarta sangat tegang, hingga digelarnya aksi demonstrasi besar-besaran pada tanggal 19 Mei 1998 oleh para mahasiswa. Mereka melakukan Long March menuju gedung DPR/MPR dengan tujuan menuntut turunnya Presiden Soeharto, menggelar Sidang istimewa MPR, dan pelaksanaan reformasi total dalam tubuh pemerintahan negara.

Di Jogjakarta mahasiswa dan masyarakat berkumpul di alun-alun mendengarkan maklimat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VII mengenai kondisi negara yang sedang tegang. Inti dari maklumat tersebut adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa.

Pembentukan Komite Reformasi
Pada tanggal 19 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang sembilan tokoh masyarakat ke Istana Negara dengan agenda membahas segala kemungkinan penanganan krisis negara. Sembilan tokoh tersebut adalah :
  1. Nur Cholis Madjid
  2. Abdurahman Wahid
  3. Emha Ainun Nadjib
  4. Ali Yafie
  5. Malik Fadjar
  6. Cholis Madjid Baidlowi
  7. Sutrisno Muhdam
  8. Ma'aruf Amir
  9. Ahmad Bagdja
Dalam pertemuan tersebut sepakat membentuk Komite Reformasi. Tugas komite ini adalah menyelesaikan UU Kepartaian, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan MPR/DPR serta DPRD, UU Anti-Monopoli, UU Anti-Korupsi dan lainnya.

Lengsernya Presiden Soeharto
Berbagai tokoh masyarakat seperti Amien Rais dan Emil Salim menyatakan kekecewaannya dengan keputusan Presiden Soeharto tersebut, penyebabnya adalah presiden meminta pemberian waktu enam bulan untuk menggelar pemilu secara konstitusional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar